Jangan Pernah Bersyukur

Waktu itu aku sedang di Kantor Polisi bersama sidik. Kami berdua sedang melaporkan penipuan online. Aku duduk didepan, sidik yang masuk kasih laporan. Tepat didepan tempat duduk ku ada seorang bapak-bapak tua duduk dan melamun. Aku pun bertanya “bapak sedang apa?”

Aku lupa nama bapak tersebut. Kejadian sudah hampir tahun lalu. Kalaupun aku ingat namanya, aku juga tidak mungkin menyebut disini.
Bapak tua tersebut pun menjawab “nunggu pelanggan nak, saya tukang pijit”

Setelah itu percakapan kami berlanjut dan beliau bercerita banyak.

Beliau adalah seorang tukang pijit. Menyusuri jalan dengan berjalan kaki mencari orang yang dipijit. Mencari uang untuk sang istri dirumah yang sedang terkena stroke ringan, sudah beberapa bulan.

“syukur ada untuk makan nak, beli beras sedikit”

Saat mendengar itu aku berusaha untuk tidak meneteskan air mataku.
Tepat didetik itu juga, aku merasa tidak perlu mengutuk keadaan, pusing dan kecewa sama penipuan yang aku alami. Sebab bapak yang ada didepanku pasti lebih sulit hidupnya. Aku menundukkan kepala sejenak dan lagi menahan tangis.

“Kamu ngapain disini nak?”

Aku bercerita bahwa baru saja ditipu penjual kamera online dan sudah mentransfer uang muka 800.000 kepada orang tersebut.

Lanjut aku meminta nomer hp bapak tersebut, agar nanti aku bisa bantu mencarikan orang yang mau dipijat dan merekomendasikan bapak langsung.

“saya nda pakai hp nak”

“Dulu saya selalu pakai hp, angkatan TNI, Polisi itu ada nomer hp saya. Tapi saya kecewa, nangis saya nak, dulu pernah ada orang TNI nelpon minta pijat saya jalan kaki dari pasir putih ke kantor asramanya pas saya telpon kembali nda dijawab-jawab, mungkin batal minta pijat, saya sering dikerjain nak makanya lebih baik saya cari aja selama saya jalan singgah sendiri nyari”

Dan lagi aku lesu mendengar cerita si bapak. Ditambah melihat kondisi mata bapak berkaca-kaca.

Pakaian bapak yang seadanya, dan pasti selalu dirundung sedih karena keadaan ekonomi dan kesehatan beliau dan istrinya dirumah yang sedang turun.

Sekali lagi, disitu aku mengenal makna “apa itu bersyukur”

Sidik pun datang memanggil. Dia bilang laporannya selesai dan tidak terlalu mendapat tanggapan baik. Yah sudahlah.
Aku menarik uang selembar 50.000 yang kupunya didalam tasku. Aku serahkan ke tangan si bapak.

“Saya pamit pak, saya cuma bisa bantu ini, semoga rezeki bapak dilancarkan, saya duluan ya pak”
Aku pun berlalu.

***

Terkadang aku sedikit bingung jika melihat keluhan beberapa orang dimedia sosial. Mengeluhkan masalah pribadi seperti uang habis, rumah nda bagus, mempertanyakan masalah pribadi tentang hidup di media sosial.

Sementara kalau kita mau sadar. Diluar sana banyak sekali kehidupan orang, yang bahkan makan dan minum segelas air saja mungkin susah.

Kenapa kita sering mengeluh?

Karena kita membandingkan hidup kita dengan orang orang yang diatas kita, bukan melihat kesegala sisi sekitar kita.

Karena yang kita lihat adalah si A yang emasnya banyak. Si B yang rumanya mewah, Si J yang bajunya baru baru.
Kita selalu melihat orang yang diatas kita, sehingga kita menjadikan kehidupan wah orang lain sebagai tolak ukur. Padahal kalau kita melihat orang dibawah kita, hati langsung teriris.

Satu lagi cerita. Waktu itu aku sedang menemani ponakanku belanja, setelah belanja dia mengajakku makan. Kami pun memilih makan diemperan jalan ( mie ayam mas roy).

Disampingku, ada seorang kakek tua yang menyita perhatianku sejak tiba disana. Sembari menunggu pesanan mataku terus saja mengambil kesempatan untuk melihat kearah si kakek. Seluruh kulitnya sudah layu keriput, giginya pun hampir tak ada, kakek terus saja menyapu matanya yang sepertinya mengeluarkan air (mungkin karena debu jalan).

Mie ayam yang kami pesan datang. Si kakek juga.
Setelah makan akhirnya aku tahu bahwa kakek seorang supir angkot (beliau terlihat mengambil sesuatu di angkot merah kosong didepan emperan)

Kembali aku terenyuh. Kakek setua ini, harusnya menikmati usia senja bermain dengan cucu dirumah. Menikmati tidur siang didepan tv, dan menyeruput teh diteras rumah.

Sejenak aku teringat orang tuaku di kampung halaman.
Aku pun mengajak keponakanku untuk lebih cepat bangkit dari tempat duduk. Kami membayar makanan.
Ku lihat aku masih punya 18.000 di tas selempangku.
Kutarik uang 12.000 dan membayarkan makan si kakek.

Lagi, aku belajar arti bersyukur.
Menurut kalian, apa yang bisa kita pelajari dari si kakek?

Kerja keras dan semangat hidup.
Beliau yang sudah setua itu, masih bekerja mencari nafkah. Siang panas terik mengelilingi kota mencari rezeki.
Kita yang muda harus sadar bahwa MUDA adalah peluang, dan hari TUA harus dinikmati dengan baik.

Masih pantaskah kita membandingkan hidup kita dengan orang lain?
Masihkah kita mau berkeluh kesah dengan baju baru kita yang baru 2 potong?
Masih maukah kita mengumbar cerita dimedia sosial bahwa perabot rumah kita kurang banyak?
Masihkah kita mudah mengeluhkan makanan kita sehari-hari?
Aku pribadi sedang belajar.
Aku banyak belajar dari orang yang kutemui setiap hari.

***

Allah tidak pernah diam .
Saat kita bersyukur Allah tambah.
Bayangkan, orang kaya yang setiap hari bersyukur sama Allah dalam sujudnya. Dia semakin kaya sebab dia mengingat dan bersyukur.

Begitupun jika kita dalam keadaan apapun, teruslah bersyukur dan jika bisa terus memberi.
Tulisan ini bukan untuk pamer, tapi tentang bukti nyata janji Allah tentang hasil dari bersyukur dan memberi.

Aku ingat hari itu, saat aku memberikan 50.000 ku kepada bapak tua tukang pijit yang didepan kantor polisi. Posisiku saat itu baru saja tertipu dan uangku dengan sidik hilang 800.000, aku memutuskan memberikan sisa uangku ditas kepada bapak.

Setelah hari itu aku memang kehilangan uang 800.000, bahkan aku tidak jadi mengikuti summit ke Malaysia karena uang tiket yang kurang.

Tanpa waktu yang lama Allah membayar hari itu tepat seminggu kemudian dengan rahmat-Nya yang tak terduga.

Aku mendapat telepon dari Kementrian Luar Negeri untuk bertolak ke Jakarta, dan diundang Gubernur ke Tanjung Selor diberikan bantuan perwakilan Kaltara dari acara Kemenlu itu senilai 5.000.000.

Aku pun tersadar. Ini yang Allah kasih setelah apa yang hari itu aku terima.

Aku dan sidik kehilangan uang dan batal summit ke Singapore dan Malaysia. Allah ganti 50 ribu dengan 5 juta.

Pertama kalinya aku menyadari langsung kebesaran Allah didepan mata.
Sebuah arti ikhlas saat kehilangan.
Sebuah arti bersyukur saat melihat kehidupan sendiri dan kehidupan orang lain.

***

Saat kita sedang melakukan sesuatu, jangan berharap balasan. Jika itu memang murni kegiatan ikhlas karena memberi. Sebab Allah tidak tidur. Jika bukan orang yang kita tolong yang membalas, Allah yang akan bekerja melalui tangan-tangan hamba-Nya yang lain. Ini nyata.

Jangan pernah bersyukur ,jika tidak ingin hidup bahagia :')

Comments

Popular posts from this blog

Ingin mengenal PMII ? Simak Fakta Menarik Berikut Ini

Suka Nongkrong? 7 Tempat Hits Ini Bisa Jadi Referensi Kamu

6 Selebgram Ini Jadi Idola Pengguna Instagram Masa Kini, Yuk Intip Kisahnya!